Seminggu setelah gempa mengguncang Sumatra Barat, warga Padang Sago, Padang Pariaman, mulai melakukan kegiatan pengelolaan informasi sendiri. Awalnya komunikasi dilakukan lewat radio komunikasi. Lalu, pada 28 Oktober 2009, Radio Komunitas Padang Sago FM resmi mengudara pada frekwensi 107 FM. Lewat radio, warga yang tinggal 2,5 kilometer dari studio RPJ, tepatnya di Nagari Koto Dalam dan sekitarnya, bisa saling sapa, berbagi gagasan, dan menghibur diri.
Peralatan radio difasilitasi oleh Combine Resource Institution (CRI), sebuah organisasi nonpemerintah (Ornop) yang bermarkas di Kota Yogyakarta. CRI datang bersama Yayasan Air Putih, sebuah organisasi nonpemerintah di Jakarta yang mendukung akses teknologi internet ke lokasi tersebut. Lewat teknologi informasi dan komunikasi tersebut, korban menyebarluaskan kebutuhan-kebutuhan warga.
Menurut Sabar Rina (22), Direktur RKPS, teknologi radio membantu para korban untuk berbagi informasi, terutama saat fase tanggap darurat. Sebelumnya Rina hanyalah pendengar radio saja, ia tidak pernah berpikir bisa memasuki dunia penyiaran.
“Adanya teknologi radio menyadarkannya bahwa permasalahan yang dihadapi korban tidak sekadar bantuan logistik, tapi juga motivasi untuk bangkit setelah banyak kerugian yang mereka terima akibat gempa,” ujarnya.
Pegiat RKPS sebagaian besar adalah remaja dan anak muda di Kecamatan Padang Sago. Mereka melakukan liputan untuk merekam peristiwa yang terjadi, melakukan wawancara untuk menggali gagasan warga, dan menghibur korban lewat lagu-lagu berbahasa Padang maupun populer.
“Awalnya warga ragu dengan kegiatan kita. Setelah mendengarkan radio, banyak warga yang rajin berkunjung ke radio, baik sekadar nongkrong, mencari informasi baru, maupun bergabung menjadi kru radio,” lanjut perempuan asal Nagari Batu Kalang.
Pendapat Rina diamini oleh Ferry Ayundy (20), Warga Nagari Durian Siambai, Kecamatan Padang Sago. Awalnya ia datang ke studio hanya sekadar bermain saja. Lalu, secara sukarela ia bergabung dengan Radio Komunitas Padang Sago karena merasa tertantang. Ia menjadi penyiar untuk program RKPS Berdendang, sebuah program yang memutar musik-musik padang. Selama dua jam, ia menerima layanan pesan pendek (short message service atau SMS) sekitar 50 kali.
“Umumnya, pendengar kirim salam, saling sapa, dan memesan lagu. Saya banyak belajar pelbagai hal setelah menjadi pegiat radio,” kisahnya sembari tersenyum lebar.
Tinggalkan komentar